Minggu, 31 Agustus 2014

KUALITAS KIMIAWI PADA BAKSO YANG DIJUAL DI PASAR

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang 
Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto
Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan  
Karya Tulis Ilmiah, Juli 2014

 Abstrak
 Naeni Istiqomah
KUALITAS KIMIAWI PADA BAKSO YANG DIJUAL DI PASAR WAGE PURWOKERTO KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2014
XVI + 63  halaman: gambar, tabel, lampiran 

Bakso merupakan makanan yang mudah ditemukan di Indonesia. Banyak masyarakat yang membuka usaha berjualan bakso, baik yang berjualan pada tempat tertentu atau dengan gerobak dorong. Masa simpan bakso yang dijual hanya bertahan satu hari. Bakso yang tidak habis dalam waktu satu hari perlu adanya pengawetan. Kesalahan yang dilakukan pedagang bakso adalah menggunakan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet. Hal ini disebabkan kurangnya informasi tentang bahaya formalin dan boraks. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya kandungan formalin dan boraks pada bakso yang dijual di Pasar Wage Purwokerto, dan mengetahui pengetahuan pedagang bakso mengenai formalin dan boraks sebagai bahan tambahan makanan yang dilarang.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar yang ada. Hasil ada tidaknya kandungan formalin dan boraks pada bakso, diperoleh dengan cara pemeriksaan di laboratorium. Pengetahuan pedagang mengenai formalin dan boraks sebagai bahan tambahan makanan yang dilarang diperoleh dengan cara wawancara.
Hasil berdasarkan pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil 12 sampel bakso negatif mengandung formalin dan boraks. Berdasarkan hasil wawancara, 12 pedagang bakso mempunyai kriteria baik. Cara yang dilakukan pedagang bakso untuk mengenyalkan baksonya dengan perbandingan antara pati dan daging, selain itu terdapat pedagang bakso yang menambahkan irisan kecil-kecil daging sapi dan telur ayam pada proses penggilingan adonan bakso agar baksonya kenyal, sedangkan untuk mengawetkan bakso, pedagang bakso mengawetkan bakso dengan cara di freezer atau direbus kembali.
Kesimpulan kualitas kimiawi pada bakso meliputi pemeriksaan formalin dan boraks pada bakso. Duabelas sampel bakso negatif mengandung formalin dan boraks. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang bakso di Pasar Wage Purwokerto, 12 pedagang bakso memiliki pengetahuan baik tentang larangan formalin dan boraks sebagai bahan tambahan makanan. Saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas melakukan penyuluhan dan pengawasan rutin kepada para pedagang bakso mengenai penggunaan bahan tambahan makanan.

Daftar bacaan : 16 (2003 – 2014)
Kata kunci      : Formalin dan boraks
Klasifikasi      :
Fulltext

KOMPARASI EFISIENSI BIJI KELOR DENGAN BIJI ASAM JAWA SEBAGAI BIOKOAGULAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS FISIK (BAU, RASA, WARNA DAN KEKERUHAN) AIR SUNGAI

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia  
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang 
Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto
Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan 
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2014

 Abstrak 
 Citra Setya Herlyana (citrasetya07@gmail.com)
KOMPARASI EFISIENSI BIJI KELOR DENGAN BIJI ASAM JAWA SEBAGAI BIOKOAGULAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS FISIK (BAU, RASA, WARNA DAN KEKERUHAN) AIR SUNGAI BENER DI DESA WIRADADI KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2014
XV + 82 halaman : gambar, tabel, lampiran 

Salah satu cara pengolahan air adalah dengan metode koagulasi untuk meningkatkan kualitas fisik air menggunakan larutan tepung biji kelor (Moringa oleifera) dan asam jawa (Tamarindus indica L.), karena biji kelor dan biji asam jawa dapat mengabsorpsi dan menetralisis partikel-partikel lumpur, logam, kotoran yang melayang di dalam air dan dapat membunuh mikroorganisme.  
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efisiensi biji kelor dengan biji asam jawa dalam meningkatkan kualitas fisik air sungai Bener di Desa Wiradadi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Pra Eksperimen (Pre Experiment) dengan metode control group pre test post test design. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, pemeriksaan dan pengukuran. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik. Analisis data menggunakan uji pairt “t” test.
Hasil pemeriksaan organoleptik bau, rasa dan warna terhadap air sungai Bener setelah diberi koagulan tepung biji kelor maupun koagulan tepung biji asam jawa dengan dosis 15 mg/ ml, 20 mg/ ml dan 25 mg/ ml hasilnya menjadi tidak berbau dan berasa, namun air sungai masih tetap berwarna. Kekeruhan air sungai setelah diberi koagulan tepung biji kelor dengan dosis tersebut diatas kekeruhan menjadi 15,81 NTU (81,72 %), 15,03 NTU (82,62 %), 14,57 NTU (83,15 %), dan setelah diberi koagulan tepung biji asam jawa dengan dosis yang sama kekeruhan menjadi 16,92 NTU (80,44 %), 16,67 NTU (80,72 %), 17,03 NTU (80,34 %). 
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Hipotesis alternatif (Ha) diterima, ada perbedaan efisiensi biji kelor dengan biji asam jawa sebagai biokoagulan dalam meningkatkan kualitas fisik (bau, rasa, warn dan kekeruhan) air sungai bener, karena biji kelor lebih efisien dalam meningkatkan kualitas fisik air sungai bener. Saran kepada pemerintah, sebaiknya pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang efektifitas penggunaan biji kelor dan biji asam jawa dalam meningkatkan kualitas fisik air.

Daftar bacaan  : 20 (1984 - 2014)
Kata kunci  

EFISIENSI LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN SUBSURFACE FLOW WETLANDS TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI BOD DAN TSS PADA INDUSTRI TAHU

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 
Politeknik Kesehatan Semarang
Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto 
Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan
Karya Tulis Ilmiah, Juli 2014

ABSTRAK
Agung Pradana Prastya Wibowo (agungpradana1992@yahoo.com)
EFISIENSI LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN SUBSURFACE FLOW WETLANDS  TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI BOD DAN TSS  PADA INDUSTRI TAHU DI DESA GLONTOR, KECAMATAN KARANGGAYAM, KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2014
XV + 87 halaman : gambar, tabel, lampiran

Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar produksi limbahnya berasal dari aktivitas masyarakat dalam bentuk limbah cair industri. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Desa Glontor Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen terdapat 12 pabrik tahu. Rata-rata limbah cair yang dihasilkan setelah proses pembuatan tahu sebesar 320 liter/ hari dengan konsentrasi BOD sebesar 8.894,7 mg/liter dan TSS sebesar 302 mg/liter. Sistim yang digunakan untuk menurunkan beban BOD dan TSS pada limbah tahu adalah lahan basah buatan aliran bawah permukaan Subsurface Flow Wetlands. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efisiensi lahan basah buatan aliran bawah permukaan (Subsurface Flow Wetlands) terhadap penurunan konsentrasi BOD5
Jenis penelitian Pre experiment dengan metode pre and post test design yang bermaksud untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan antara pemakaian lahan basah buatan alira bawah (Subsurface Flow Wetlands) terhadap penurunan konsentrasi BOD
Hasil penelitian sebagai berikut debit influent 0,22 liter/menit dan debit effluent 0,016 liter/menit, parameter suhu influent 480 555  dan TSS.  dan TSS. C dan suhu effluent 26C, parameter pH influent 4,3 dan pH effluent 7, parameter BOD influent 8.859,40 mg/liter dan BOD55 effluent 891,16 mg/liter dengan efisiensi penurunan sebesar 89,87%, sementara itu untuk parameter TSS influent 2.520 mg/liter dan TSS effluent 1.359 mg/liter dengan efiensi penurunan sebesar 44,8%.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistim lahan basah buatan aliran bawah permukaan (Subsurface Flow Wetlands) dapat menurunkan konsentrasi BOD namun dalam menurunkan konsentrasi TSS tidak menghasilkan nilai penurunan yang signifikan. Saran dalam penelitian ini adalah sistim lahan basah buatan aliran bawah permukaan (Subsurface Flow Wetlands) diharapkan untuk dirancang ulang supaya hasil penurunan konsentrasi BOD5 dan TSS lebih efisien dan dan memenuhi baku mutu air limbah.

Daftar bacaan : 32 (1985-2013)
Kata kunci      : Subsurface Flow Wetlands

DENSITAS DAN IDENTIFIKASI JENIS NYAMUK DI PERUMAHAN

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Kemenkes 
Semarang Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto
Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan 
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2014

Abstrak
Muhammad Adam Maulana  ( cora_graizers@yahoo.com )
DESKRIPSI DENSITAS DAN IDENTIFIKASI JENIS NYAMUK DI PERUMAHAN KAMPUS 7 POLTEKKES KEMENKES SEMARANG KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2014

Nyamuk masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Nyamuk menjadi vektor pembawa penyakit DBD, malaria, chikungunya, filariasis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kepadatan dan jenis nyamuk yang ada pada Perumahan Kampus 7 Poltekkes Kemenkes Semarang Kabupaten Banyumas.
Jenis penelitian termasuk penelitian deskriptif dengan menguraikan hasil survey yang disajikan dalam bentuk tabel. Jumlah responden yang di survey ada 20 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan pengukuran.
Hasil penelitian ditemukan nyamuk Aedes sp. sejumlah 316 ekor dengan spesies 316 ekor Aedes Albopictus dengan indeks MHD tertinggi MHD = 3. Nyamuk Culex sp. sejumlah 29 ekor dengan spesies 29 ekor Culex quenquefasciatus dengan indeks MBR tertinggi MBR = 1. Nyamuk Anopheles sp. sejumlah 0 ekor dengan indeks MBR = 0. Hasil pengukuran suhu didapatkan hasil suhu Indoor antara 240C-260C, hasil suhu Outdoor antara 23C. Hasil pengukuran kelembaban didapatkan hasil kelembaban Indoor antara 68%-80%, hasil kelembaban Outdoor antara 70%-90%. Hasil pengukuran pencahayaan didapatkan hasil intensitas cahaya Indoor antara 19 lux – 60 lux, hasil intensitas cahaya Outdoor antara 58 lux – 245 lux. Hasil survey larva nyamuk pada 20 rumah didapatkan hasil indeks HI  ( House Index )  = 50%, CI  ( Container Index )  = 17%, BI  ( Breteau Index )  = 80%, ABJ = 50%. Hasil kepadatan larva Anopheles sp. dan Culex sp. ditemukan hasil 0 untuk Anopheles sp. dan 1 untuk Culex sp.
Kesimpulan bahwa kepadatan nyamuk Aedes sp. berdasarkan indeks MHD termasuk dalam penularan stabil, sedangkan untuk nyamuk Culex sp. berdasarkan indeks MBR termasuk dalam penularan menengah. Untuk nyamuk Anopheles sp. tidak terjadi penularan karena tidak ditemukan nyamuk. Nerdasarkan hasil survey larva indeks HI, CI, BI, dan ABJ pada Perumahan Kampus 7 Poltekkes Kemenkes Semarang dikategorikan penyebaran vektor tinggi untuk penularan penyakit. Saran untuk pengurus Perumahan agar lebih ditingkatkan dalam pemberantasan sarang nyamuk, bukan hanya fokus pada nyamuk dewasa saja.

Daftar bacaan : 9  ( 1985-2013 )
Kata kunci      : Spesies Nyamuk
Klasifikasi      :